Pelatihan Enumerator Pekerja Anak di Penambangan Emas Rakyat Skala Kecil
Isu pekerja anak merupakan isu dunia yang dicanangkan untuk ditanggulangisecara menyeluruh dan berkesinambungan. Komitmen ini dinyatakan dalambentuk cita-cita bersama dengan motto “Masa Depan Tanpa Pekerja Anak” (Future without Child Labour). Gerakan global ini dibangun sebagai responsterhadap realitas pekerja anak di dunia yang masih memprihatikan. Gerakan initerus diakselerasikan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan diwujudkan dalam bentuk Peta Jalan (Roadmap) Pencapaian PenghapusanBentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak Tahun 2016. Komitmen untukmelaksanakan peta jalan menjadi agenda kerja strategis bagi semua pihak di seluruh dunia.
Anak-anak dalam kategori pekerja anak secara umum mengalami putus sekolahdan hidup terlantar serta bekerja pada berbagai jenis pekerjaan seperti pertanian, perkebunan, perikanan, bahkan di jalan. Pekerja anak cenderung bekerja dalamwaktu yang cukup lama dan berada pada pekerjaan yang eksploitatif. Meskipunbelum terdapat data yang menyeluruh, anak yang bekerja pada pekerjaan yang terburuk telah ditemukan pada jenis pekerjaan di bidang prostitusi, dilibatkandalam perdagangan narkoba, dipekerjakan di pertambangan, dipekerjakan di perikanan laut dalam dan pekerjaan sektor rumah tangga.
Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2009 mengungkapkan bahwa jumlah anak di Indonesia dengan kelompok umur 5 -17 tahun sebesar 58,8 juta anak, dengan40,5 juta anak atau 6,9 persen diantaranya dianggap sebagai anak-anak yang bekerja. Dari jumlah total tersebut, sejumlah 1.76 juta anak atau 43.3 persenadalah pekerja anak dan 20.7 persennya bekerja pada bentuk-bentuk pekerjaanterburuk.
Pada konteks Indonesia, pekerja anak umumnya dan di PESK khususnyamerupakan permasalahan bangsa yang membutuhkan tindakan segera dan berkesinambungan karena Indonesia memiliki komitmen untuk bebas pekerjaanak dapat terwujud pada tahun 2022.
Dalam rangka mendukung Peta Jalan Global tersebut, AGC melalui Program Emas Rakyat Sejahtera yang didanai oleh Global Affairs Canada menyelenggarakan Pelatihan Enumerator untuk Pemetaan Pekerja Anak di PESK.
Pelatihan enumerator ini diadakan secara berkala di Palangkaraya pada tanggal13 -14 Juli 2019 yang dihadiri oleh mitra lokal, Lentera Kartini. Semantarapelatihan yang serupa diselenggarakan di Manado pada tanggal 20-21 Juli 2019 dan dihadiri oleh mitra lokal, AMAN.
Tujuan dari pelatihan ini adalah sebagai upaya AGC dan mitra lokal untukmemberikan kontribusi kepada sektor pertambangan emas rakyat berskala kecilserta turut serta mengambil bagian dari upaya aksi yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam menanggulangi pekerjaanak yang berkontribusi terhadap pencapaian peta jalan dunia secara global.
Ibu Putu Elvina selaku komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang menjadi salah satu trainer kunci dalam pelatihan ini menyatakanbahwa, ”xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx.”
Sementara itu, Ibu Titik Hartini dari AGC menambahkan bahwa hasil daripemetaan pekerja anak di PESK untuk wilayah Kalimantan Tengah dan Manado akan menghasilkan profil pekerja anak dan rekomendasi yang akan disampaikankepada para pengambil kebijakan dari kementerian terkait denganpertambangan emas rakyat skala Kecil.
Tinjauan Para Enumerator di Kalimantan Tengah
Rombongan Lentera Kartini dan AGC menempuh jarak hampir 4 jam menujuKecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur. Tujuan kunjungankali ini adalah melakukan pelatihan uji coba perangkat penilaian pekerja anak.
Titik Hartini selaku Manajer Training & Development menyatakan bahwa, ”Ujicoba perangkat ini diperlukan oleh mitra lokal agar mereka lebih mumpunidalam menjalankan pengumpulan data pekerja anak.”Dibutuhkan kemampuanuntuk menggali informasi dan perangkat pertanyaan yang benar agar data lapangan yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan,” tambah Titik.
Dalam tinjauan ini, Tim Lentera Kartini mengunjungi komunitas penambangyang berada dekat dengan pertambangan rakyat SP 3, Desa Bukit Harapan.
“Cukup sulit menemui anak-anak di Desa Bukit Harapan. Mungkin karenakunjungan ini dilakukan pada saat anak-anak bersekolah” kata Pipit Setyorini, Training Specialist dari Lentera Kartini.
Namun tinjauan ke lapangan ini tidak sia-sia. Beberapa anak berhasildikumpulkan dan diinterview oleh mitra lokal AGC, Lentera Kartini.
Pekerja Anak Vs Anak yang bekerja
Bukit Harapan, Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah adalah salah satu area pertambangan emas rakyat. Terdapat187 penambang emas yang bekerja secara aktif. Kebanyakan dari merekaberasal dari Jawa Barat (pendatang).
Di Kawasan ini, Lentera Kartini dalam rangka uji coba perangkat PenilaianPekerja Anak melakukan interview dengan beberapa anak dan menemukanbeberapa jenis kasus anak yang terlibat dalam pekerjaan. Ada pekerja anak dananak yang bekerja pada sektor pertambangan maupun sektor pendukungkegiatan pertambangan.
Anak yang bekerja adalah anak yang melakukan pekerjaan dalam rangkamembantu orang tua, melatih tanggung jawab, disiplin atau ketrampilan yang dilakukan dalam jangka waktu pendek dan di luar waktu sekolah, serta tidak adaunsur eksploitasi di dalamnya.
Sementara pekerja anak adalah setiap anak yang melakukan pekerjaan yang memiliki sifat dan intensitas dapat mengganggu dan membahayakan kesehatandan keselamatan anak serta tumbuh kembang anak secara optimal, baik fisik, mental, sosial dan intelektualnya.
Levianna

Leviana hanya menikmati bangku sekolah sampai dengan kelas satu SMP. Karena keadaan keluarga yang morat-marit, Leviana merasa frustasi dan melampiaskan kekesalannya dengan mengikuti lomba motor liar yang kerap adadi sekitaran Desa Bukit Harapan. Leviana kecil merasa tidak mampu untukmelakukan apapun untuk memperbaiki keadaan keluarganya. Ia menjadi nakalsebagai akibat dari rasa frustasi yang dialaminya. “Pernikahan kedua orang tuasaya tidak harmonis, ketika itu saya berfikir kalau saya menikah di usia muda, bapak saya dapat menghentikan segala perbuatannya yang merugikan keluarga. Namun harapan saya pupus. Bapak saya tetap saja tidak berubah. Sekarang sayasudah terbiasa dengan keadaan ini,” papar Leviana.
Tidak dapat dipungkiri kalau Leviana menyesali keadaan dirinya “Kalau sajasaya bisa putar balik keadaan, saya tidak akan berhenti sekolah…saya inginmelanjutkan sekolah dan menjadi Polwan, namun sepertinya tidak mungkinlagi,” kata Leviana.
Selama bekerja di pertambangan emas rakyat, Leviana seringkali bertugasmelakukan pengayakan. Ketika mengayak, Leviana juga menyelam untukmencari bijih (ore) yang berada dalam sungai kecil. “Saya bekerja 7-8 jam dalam sehari dan selama 6 hari. Saya menyelam di sungai dekat sini tanpamenggunakan alat bantu atau pengaman. Walau capek sih tapi saya senangkarena saya dapat uang,” ungkap Leviana. Namun penghasilan perempuanmuda ini tidak tentu tergantung dari banyaknya bijih yang diolah dan menghasilkan emas. “Kalau sedang untung, saya bisa mendapatkan uang 400 -500 ribu per hari atau per dua harian…untung-untung juga sih,” tambahnya.
Walaupun Leviana kini telah bertumbuh menjadi seorang perempuan dewasa, namun penyesalan tetap terlihat di wajahnya. Ia berharap keadaan sulit ini tidakakan dialami oleh anaknya. “Dengan bekerja dipertambangan ini, saya bisadapat penghasilan dan saya bisa berikan sebagian untuk orang tua saya dan sebagian saya simpan sendiri untuk kebutuhan rumah tangga dan anak,” katanya.
Shinta Anggreani Putri

Saat ini Shinta masih bersekolah di SD setempat. Selain bersekolah, ia juga bertugas menjaga tokokelontong kecil milik ibunya yang berdampingandengan rumahtempat ia tumbuh di kawasanpertambangan emas milik rakyat Bukit Harapan.
“Sehabis sekolah (jam 12 siang) biasanya sayabantu ibu di toko sampai jam lima sore. Saya bekerja selama lima jam dalam sehari selamaseminggu,” kata Shinta. Walaupun demikianShinta mengakui bahwa ia masih menikmati masa kecilnya seperti layaknya anak-anak di usianya. “Waktu mainku satu jam sehari,” tambahnya.
Namun Shinta juga menyatakan bahwa dari pekerjaan yang ia lakukan; ia tidakmendapatkan upah, namun ia cukup senang dapat membantu ibunya dalammemenuhi kebutuhan rumah tangga. “Saya senang dengan pekerjaan sayakarena selain membantu orang tua, saya melakukannya juga sambil bermain,” aku Shinta.
Yusef
Yusef terlahir pada tahun 2002 di Kawasan Pertambangan Emas Rakyat Bukit Barisan dan kinitelah berusia 17 tahun.
Sebagai anak ke-2 dari empat bersaudara, Yusef memutuskan untuk berhenti bersekolah pada saat iamemasuki tahun kelima sekolah dasar. “Alasan sayaberhenti sekolah karena saya sudah tidak inginmelanjutkan sekolah lagi…saya lebih suka main,” kata Yusef.
Namun seiring waktu berjalan, ketika menginjak usia16 tahun, Yusef melamar pekerjaan sebagai penambangdi salah satu pertambangan emas rakyat milik Bapak Jajang Suryana di Bukit Harapan. Di tempat itu ia bekerja di beberapa bagian seperti penggalian, penggilingan dan pengayakan. “Kalau sedang bertugas di lubang saya bisaberada disana selama 8 jam. Bahkan saya membawa makan dan minum darirumah untuk dibawa masuk ke dalam lubang,” jelas Yusef.
Sementara ketika bertugas di bagian penggilingan, ia bertugas mengolah batu-batu tersebut. Dalam proses pengolahan ini Yusef menjelaskan bahwa iamenggunakan merkuri untuk mengikat emas selama proses pengolahan ini. “Saya pegang kok air raksa (merkuri) itu, tapi tidak ada pengaruh apapun pada kulit maupun kesehatan saya.” Kata Yusef sambil memperlihatkan tangannya. “Aman-aman saja,” tambahnya sambil tersenyum.
Yusef juga menjelaskan bahwa selain penggalian dan pengolahan, ia juga seringkali terlibat dalam proses pengayakan. Ia harus berada dalam sebuah bak buatanuntuk membersihkan bijih-bijih yang telah dikumpulkan dari lumpur. “Proses itu memakan waktu selama 7 jam,“ Jelas Yusef.
Kini Yusef sangat menikmati kehidupan dan pekerjaannya sebagai pekerjatambang. Ia mampu untuk membiayai kehidupannya sendiri walaupun ia masihmenumpang tinggal di rumah Ibunya yang terletak hanya beberapa ratus meter dari pertambangan emas tempat ia bekerja.
“Saya bisa beli handphone dan kredit motor dan memenuhi biaya hidupsendiri,” kata Yusef. Namun sambil lirih ia berkata,”Tetapi saya tidak kasihuang kepada ibu saya karena ibu saya punya toko kecil. Uang yang saya punya untuk hidup saya.”
Tinjauan Para Enumerator di Sulawesi Utara
Perjalanan menuju Tatelu dan Tobongon di Sulawesi Utara mengalami hal tidakserupa dengan perjalanan para enumerator di Kalimantan Tengah. Para enumerator tidak mendapatkan akses yang mudah untuk memulai penggalianinformasi terkait pekerja anak maupun anak yang bekerja. Namun, pendekatanlebih lanjut akan dilakukan oleh tim di Sulawesi Utara untuk mendapatkan data yang riil di lapangan.
“Sulawesi utara memiliki kultural yang berbeda dengan Kalimantan Tengah. Terkait hari syukuran se-Sulawesi Utara, banyak para pekerja yang bekerja di tambang pulang ke daerah masing-masing. Data pekerja anak dan anak yang bekerja perlu penilitian lebih lanjut,”Kata Rikson, mitra lokal AMAN.